PERSPEKTIF SAWIT
_Ilmu hikmah_
Wayan Supadno
Dari semua tanaman di atas bumi ini, tiada satupun yang bisa menghasilkan minyak nabati setinggi sawit. Hingga RRC dan India yang agroklimatnya kurang cocokpun tetap ngotot menanam sawit. Karena kedua negara tersebut pengimpor sawit terbesar di dunia.
Kita sangat bersyukur punya sawit terluas di dunia 16,38 juta hektar (BPS). Hingga jadi salah 1 tulang punggung ekonomi Indonesia, karena kontribusinya 7% dari produk domestik bruto (PDB) atau setara Rp 1.540 triliun. Sekaligus penghasil devisa terbesar.
Beberapa hari lalu Presiden Jokowi meresmikan pabrik minyak makan merah (M3) di Sumatera Utara. Produk inovatif yang kaya nutrisi utamanya betakaroten (Vit A) dan Vit E. Sangat ideal untuk meminimalkan stunting. Bagian dari hilirisasi inovasi ruas hilir.
Yang membuat makin keren habis, berbasiskan ekonomi kerakyatan. Artinya diprogram untuk kelompok petani karena investasinya tidak terlalu besar. Akan dibangun di banyak lokasi. Ke depan petani sawit punya hak di ruas hilir. Tidak seperti selama ini.
Sisi lain lagi sedang mulai juga B35, yang akan menyerap pasar CPO 15,3 juta ton/tahun. Ramah lingkungan. Praktis Indonesia jadi negara penghasil sekaligus konsumen minyak sawit terbesar di dunia. Produksi 53 juta ton/tahun, konsumsinya 27 juta ton/tahun.
Implikasinya hemat devisa, tanpa impor banyak solar fosil tidak ramah lingkungan. Juga sedang dikembangkan Bioavtur berbasis minyak kernel sawit (PKO), bukan CPO. Sudah berulang kali diuji terbang oleh Maskapai Garuda Indonesia, lancar jaya. Dunia gempar karenanya.
Konsekuensi logisnya. Permintaan terhadap sawit makin besar. Pasar tidak imbang lalu harga naik. Termasuk minyak goreng. Kesejahteraan petani akan meningkat karena harga mahal dan dapat rejeki pada ruas hilir pada minyak makan merah tersebut. Stunting bisa ditekan dengan cepat.
Ilmu hikmahnya, bahwa kita harus bersyukur punya sawit anugerah Tuhan. Harus berterima kasih kepada para peneliti yang gigih hingga benih inovasinya DXP (Tenera) yang bisa menghasilkan minyak sawit 3 kali lipatnya dibanding benih asalan, Dura atau Pisifera misalnya.
Selain itu, juga menghasilkan Biodiesel, Bensawit berbasiskan CPO dan Bioavtur berbasiskan PKO. Kesemuanya upaya konkret pengembangan pasar, sekaligus mendongkrak nilai tambah maupun nilai manfaatnya. Masih sangat banyak lagi, total invensi dari sawit 189 item.
Solusinya ?
Petani mutlak harus sadar, pentingnya berjiwa inovatif. Benih " ilegal non inovasi " harus diberantas. Agar bisa dapat minimal 200 kg/pokok/tahun atau setara minimal 28 ton TBS/ha/tahun. Dipanen disiplin rendemen CPO minimal 25% agar dapat minimal 28 ton TBS x 25% = 7 ton CPO/ha/tahun. Harga pasti naik.
Kalkulasi logisnya, pupuk NPK plus Dolomit 9 kg/pokok/tahun setara 9 kg x Rp 8.000/kg = Rp 72.000/pkk/tahun. Biaya pruning, panen, muat dan lainnya Rp 400/kg TBS. Omzet Rp 200 kg x (Rp 2.400 - Rp 400) = Rp 400.000/pkk/tahun. Laba Rp 400.000 - Rp 72.000 = Rp 328.000/pkk/tahun. Populasi SPH sekitar 140 pokok/ha.
Analisa data empiris di atas, nampak jelas bahwa modal kerja tiap pokok sawit Rp 72. 000, omset Rp 400.000 dan laba Rp 328.000/tahun. Apalagi jika tanpa herbisida dimakan sapi dan pupuknya ditambah dari feses urine sapi. Makin rendah biaya, makin tinggi produksinya. Ramah lingkungan berkelanjutan karena integrasi dengan sapi.
Kesimpulan, biaya ptoduksi pupuk dan dolomit Rp 72.000/pokok/tahun dapat 200 kg TBS/pokok/tahun indeks Rp 360/kg TBS. Pruning, manen, muat, angkutan dan lainnya Rp 400/kg TBS. Total harga pokok produksi (HPP) Rp 760/kg TBS. Jual Rp 2.400/kg TBS. Laba Rp Rp 2.400 - Rp 760 = Rp 1.640/kg TBS.
Petani sawit, tinggal memilih mau inovatif mulai dari benihnya legal hasil riset sumber legal dan perlakuan lainnya atau tidak kompetitif labanya sedikit karena benih dan rawatannya asalan saja. Selamat adaptif dengan hasil inovasi.
Salam Inovasi 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586589630
Komentar
Posting Komentar